Pernahkan anda, para perempuan ketika bertemu dengan teman, saudara atau
orang yang baru anda kenal ditanya dengan pertanyaan berikut: Udah punya anak
belum?Udah punya anak berapa?Mau anak berapa?Ngga pengen nambah lagi?Emang udah
umur berapa? Dan bla..bla...bla... Dan apa reaksi dalam hati anda?Apakah anda
santai, senang, marah, kesal, sedih atau mungkin malu? semenjak menikah, saya sudah sering
mendengar pertanyaan ini dari teman, saudara, ataupun orang yang baru saya
kenal.
Bagi beberapa orang memiliki anak adalah kewajiban setelah menikah.
Kewajiban sebagai ”istri yang baik” Hadiah untuk suami dan mertua. Di negara
saya di Indonesia, biasanya setelah menikah satu bulan, anda akan ditanyakan
sudah isi belum?apabila jawaban anda udah, dengan wajah penuh selidik si
penanya akan bilang: wah tokcer dong!!yang artinya suami anda wow!!reaksi lain
akan anda terima saat anda menjawab belum. Si penanya akan semakin selidik, kok
belum?KB ya? Kalo belum pernah punya anak jangan KB dulu, ntar susah lho dapat
anaknya. Atau ada juga yang dengan penuh nasehat akan bilang: kenapa harus
ditunda, kasian entar usia anaknya jauh banget dari usia orangtuanya, ngga bisa
jadi teman main dong! Dengan reaksi-reaksi yang di atas, masih nyamankah anda
berdiskusi? Mungkin kalau anda adalah orang yang memiliki pemikiran yang sama
bahwa “memiliki anak adalah kewajiban”, anda pastinya akan larut dalam
percakapan. Namun apabila anda bukanlah
salah satu pengikut paham ini, apakah anda berhenti merespon pertanyaan
tersebut?
Nah coba sekarang anda bayangkan keadaan lain, apabila anda adalah seorang perempuan yang
sudah menikah beberapa tahun. Tiba-tiba anda didisuguhi pertanyan sudah punya
momongan?Emang udah berapa tahun nikahnya?Oh, berdoa aja mba pasti dikasih suatu
saat. Mungkin anda akan bereaksi dengan
mengucapkan kalimat:sedikasinya, tergantung rencana yang di atas, udah berusaha
tapi belum waktunya kali. Dalam suasana ini terlihat jelas si penanya dan yang ditanya
sama-sama meyakini memiliki anak adalah pemberian. Karena keduanya akhirnya
mengarahkan pembicaraan mereka ke ranah keyakinan. Tidak sedikit juga teman yang
curhat bahwa ingin sekali punya anak, udah coba berbagai cara tapi belum isi
juga. Ada nada sedih dalam pernyataan mereka namun harapan lebih terpancar
jelas.
Fakta lain di masyarakat bahwa ada kelompok perempuan meyakini bahwa
memiliki anak adalah pilihan. Pilihan untuk menyatakan iya, belum atau tidak. Apakah
kening anda berkerut saat membaca bagian ini?Kalau benar, itu adalah reaksi
normal. Saya adalah bagian dari kelompok perempuan ini. Saya tidak segan untuk
memberikan jawaban berbeda dengan orang lain ketika
banyak teman dan saudara yang menanyakan ini. Biasanya sudah mempersiapkan jawaban yang menurut saya logis dan berharap
penerima jawaban juga puas dengan jawaban saya. Jawabnn saya juga sebenarnya
berevolusi. Reaksi yang saya terima juga beragam. Dulu saya bagian dari penanya yang penasaran tersebut. Namun seiring dengan proses adaptasi di negara Swiss dimana saya tinggal
sekarang, pemikiran saya mulai berubah. Apakah lebih baik? Saya tidak bisa
menjawabnya. Karena realita di masyarakat tidak melulu perempuan menikah, wajib
langsung hamil, melahirkan dan
membesarkan anak.
Tiga prinsip memiliki anak di atas adalah fakta di dalam masyarakat. Namun hal yang paling penting dari semuanya adalah apakah kita sebagai perempuan sudah tahu bahwa sebelum memiliki anak kita sebaiknya membekali diri mengenai tanggungjawab sebagai orangtua yang menghadirkan
anak di dunia ini. Tanggungjawab bukan melulu soal materi tetapi banyak
hal di dalamnya termasuk, psikologi yang baik sebagai orangtua, pengetahuan orangtua
akan hak-hak anak, pengetahuan akan lingkungan yang ramah dan aman bagi anak, dan bekal pendidikan bagi anak. Semua hal ini tidak
didapatkan dengan tanpa usaha. Banyak cara yang bisa membantu
anda mencari informasi dan pengetahuan mengenai hal ini, salah satunya dengan membaca lewat media apapun. Hanya dibutuhkan
kemauan anda untuk bertanya pada diri sendiri: apakah saya sudah siap menjadi orangtua
yang bertanggungjawab? Renungkan pertanyaan ini dan hanya anda yang bisa
mengetahui jawabannya. Orangtua yang mau berefleksi dan belajar akan menjadi
orangtua yang menghasilkan anak-anak bahagia.
Salam cinta untuk anak-anak
No comments:
Post a Comment