Monday 8 April 2013

Bercocok tanam di awal musim semi, menyenangkan :D

Pagi ini tidak seperti pagi sebelumnya dimana saya selalu bangun agak siang, ke kamar mandi, minum air putih, yogurt dan menikmati biskuit coklat, setelah itu bingung mau melakukan apa. Namun pagi ini sangat menyenangkan dan pastinya tidak membuat bingung. Saya diajak oleh Bernard (bapak dari pacar saya) untuk bercocok tanam di kebun  sebelah rumah. Dengan senang hati saya bergegas untuk mencari pakaian berkebun (tentunya harus cari-cari dulu di gudang bawah tanah). Bercocok tanam adalah kesukaan saya semenjak saya kecil. Tidak heran juga karena saya lahir di desa dimana pekerjaan utama masyarakat di desa saya dulu adalah bertani. Setelah berpakaian lengkap saya menuju ke  lokasi persis di sebelah rumah. Kami awali dengan menyelesaikan sepetak lahan yang belum disekop untuk membalikkan tanah di atasnya. Saya diberitahu cara membalikkan tanah menggunakan sekop, cara yang sama juga dilakukan oleh petani di Wamena, Papua. Berbeda dengan cara yang kami gunakan dahulu ketika saya kecil, dimana seluruh petani di kampung saya di Bage, Sumatera-Utara menggunakan cangkul 2 mata. Perbedaan ini bukan tanpa alasan, saya perhatikan keadaan tanah di Swiss dan di Wamena hampir sama yakni tidak berbatu sedangkan di kampung saya saat cangkul diarahkan ke tanah akan sering menubruk batu-batu kecil sehingga cangkul bermata dua sangat berarti untuk mencongkel batu dan menembus ke dalam tanah. Setelah proses membalikkan tanah selesai, dilanjutkan dengan meratakan tanah dengan alat seperti sendok garpu raksasa, lagi di kampung saya alat ini dinamai garpu. Tanah yang sudah rata ditaburi dengan kotoran ayam yang sudah diolah bercampur nitrogen, dll (kompos ini sudah dalam bentuk kering lho) untuk memberikan kesuburan bagi tanaman nantinya.
Nah tiba waktunya untuk menanam bermacam-macam benih dengan beberapa petak lahan yang sudah disiapkan: 3 jenis bawang, bawang merah, bawang goreng, bawang bombay, daun bawang, 2 jenis seledri, wortel, salad, bayam dan kentang. Biji bawang diatur berbaris di atas 2 petak tanah yangsudah  rata dengan jarak yang tidak terlalu rapat antara satu dengan yang lain. Kemudian biji bawang tersebut ditekan ke dalam tanah hingga ujungnya juga tertutupi oleh tanah. Saya teringat kembali dengan masa kecil yang indah saat saya, kakak dan orangtua akan menanami ladang dengan bawang merah. Saat itu lahan yang harus ditanami cukup luas dan membutuhkan tenaga kerja harian orang di kampung. Sehingga biji bawang yang ditanami tidak diatur sedemikian rapinya namun langsung ditanam tepat di garis yang sudah dibuat dengan memakai garpu. Saat itu kami harus melakukan penanaman dengan cepat karena ladang yang akan ditanami cukup luas. Nah untuk penanaman buah kentang sedikit berbeda dengan biji bawang. pertama sekali dibuat garis memanjang yang sedikit dalam, sebagai tempat buah kentang nantinya. Buah kentang diatur jaraknya dan dilakukan penutupan dengan tanah yang ditarik dari kedua belah sisi garis. Tanah tempat buah kentang ditanam haruslah berbentuk bukit. Untuk tanaman lain seperti, salad, daun bawang, seledri,wortel dan bayam  dilakukan penanaman ke dalam baris yaang sudah dibuat. Benih dalam bentuk biji-bijian yang cukup kecil. Setelah ditabur ke dalam tanah yang sudah digaris tadi, biji-biji tersebut akan ditutup kembali secara merata. Semua tanaman ini adalah jenis tanaman yang cocok dan bisa tumbuh subur di musim semi hingga musim panas. 
Proses penanaman sudah selesai, masih ada proses selanjutnya. Ini dia hal baru dan bisa menjadi contoh bagi saya sebagai orang yang tidak menyukai hal yang bersifat administratif. Bernard mengambil sebuah buku panjang dan menunjukkan dua lembar kertas kepada saya, kertas pertama berisi peta lahan dengan nomor di atasnya dan kertas kedua dengan daftar jenis tanaman. Nama semua tanaman yang sudah ditanam dan tanggal ditanam ditulis di lembar kedua. Tujuannya adalah jelas untuk memudahkan beliau mengikuti proses pertumbuhan tanaman. Tidak perlu heran, sama seperti kebiasaan hampir semua orang di Swiss, semua terencan dan harus dicatat dalam buku. Baik kegiatan pribadi maupun apalagi kegiatan bersama. Kebiasaan yang dulu saya lakukan saat bekerja, sepertinya harus dilakukan lagi. :)
Sungguh menyenangkan pagi ini dan saya membayangkan sayuran hijau dan berwarna di musim panas nanti ketika saya kembali ke tempat ini lagi. Bercocok tanam di daerah dengan empat musim tidaklah segampang di daerah dengan musim tropis. Sehingga orang di sini memikirkan apa yang bisa ditanam dan berguna di awal musim gugur dan musim dingin di masa depan. Tidak hanya dari ketersediaannya, kita bisa juga mendapatkan manfaat yang sangat sehat dengan mengkonsumsi sayuran segar hasil kebun sendiri. dengan demikian kita berkontribusi untuk mengurangi konsumsi atas sayuran yang sudah dikemas dalam kaleng. Tanaman sehat keluarga untuk keluarga sehat. Seperti halnya jiwa ekofeminis yang masih terus tertanam dalam diri saya, saya bahagia memberikan ruang hijau di alam, menanam, merawat, melindungi dan hidup bersama alam dimulai dengan melakukan hal kecil. Mari budayakan bercocok tanam dan jadilah sahabat bagi alam di sekitarmu.

Sunday 7 April 2013

Terimakasih Dave Pelzer, Anda sangat luar biasa!

Tulisan ini adalah bentuk refleksi mendalam saya setelah selesai membaca 2 jilid buku yang ditulis oleh Dave Pelzer, The Child Called 'It' dan The Lost Boy. Adapun buku tersebut merupakan bagian dari Trilogi kisah nyata hidup si penulis. Saya masih harus mencari buku ketiga yang berjudul A man named Dave. Yakin pasti dapat sekembalinya saya ke Swiss di masa depan. 
Buku ini saya rekomendasikan untuk dibaca oleh siapapun tanpa terkecuali. Sebenarnya buku-buku tersebut sudah terbit pada jaman saya masih SMP, namun baru saat ini saya berjodoh untuk bertemu dengannya, di perpustakaan kota Lausanne, Swiss. Mungkin juga para pecinta buku sudah pernah membaca atau bahkan sedang membaca buku ini. Nah, buat pembaca blog ini dan kebetulan belum pernah membacanya, silahkan meluangkan waktu untuk mencari dan membacanya.
Alasan kenapa saya menyarankan dan mengajak anda untuk membaca buku ini adalah untuk membuka mata sekalian kita bahwa ada kisah kehidupan nyata yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua mengenai bagaimana seharusnya perlakuan yang ramah dan sehat terhadap anak. Saya yakin banyak kisah serupa dan mungkin lebih memilukan dibanding dengan kisah yang ada di dalam buku tersebut yang terjadi di masyarakat sekarang ini. Banyak kasus yang mungkin pernah kita lihat dan tonton di televisi yang menegaskan pada kekerasan anak. Pelakunya juga bervarisasi mulai dari saudara kandung, teman sepermainan, paman, kakek-nenek, guru di sekolah bahkan tidak jarang oleh orangtua sendiri. Alasan tindakan kekerasan yang dilakukan juga beragam. Yang paling sering terdengar adalah bahwa anak terlalu nakal, melawan, tidak bisa diatur sehingga pantas mendapatkan kekerasan.
Tidak jarang juga kita dengar pembenaran terhadap tindakan kekerasan terhadap anak tersebut, misalnya ada orangtua yang menganggap bahwa kalau anak dibentak, dipukul dan dihukum akan lebih mengerti dan menurut perintah orangtua. Bagaimana perasaan anda ketika anda sendiri menjadi saksi atas tindakan kekerasan tersebut? tidak peduli atau sedih?Apakah yang akan anda lakukan kemudian?diam, berlalu atau berbicara dengan pelaku kekerasan? Mungkin ada di antara kita yang beranggapan bahwa apabila kita menegur orang lain akan menyakiti perasaannya, akan merusak hubungan yang sudah berjalan baik akhirnya kita memutuskan biarlah itu urusan rumahtangga mereka. Mungkin pula ada yang berpikir bahwa tindakan kekerasan tersebut sudah terbiasa terjadi dan tidak perlu diurus. Ini menunjukkan bahwa kita apatis terhadap kenyataan yang terjadi di masyarakat yang secara jelas sudah menghancurkan masa depan banyak anak. Hal-hal mendasar ini berpengaruh besar terhadap komitmen kita tentang tindakan kekerasan terhadap anak!

Mari kawan bersama-sama kita berikan ruang ramah dan sehat bagi anak di sekitar kita, dimulai dari anak yang ada pada kita, anak di lingkungan rumah kita dan akan berimbas kepada anak di seluruh dunia. Saya bersyukur bisa membaca buku yang ditulis oleh Dave Pelzer dan dengan sangat bangga saya katakan bahwa dia adalah seorang korban di masa lalu namun di masa kini dia menjadi pejuang hak anak. Pembaca yang ingin tau banyak tentang beliau dan buku-bukunya bisa baca di situs pribadinya http://www.davepelzer.com/ 
Bravo Dave and all the children around the world!