Saya akan menapak tilas kerja kemanusiaan yang saya lakukan di pulau Papua saat bergabung dengan organisasi Wahana Visi Indonesia.
Pekerjaan ini berfokus pada perlindungan anak. Bagi saya, ini merupakan satu
mimpi lama yang selalu tersimpan dalam pikiran, saya ingin menginjakkan kaki di
pulau Papua. Pada tahun 2009, saya berhasil lulus dalam tes ujian masuk bekerja
dengan World Vision Indonesia (WVI). Organisasi
ini adalah organisasi non-pemerintah dan berfokus pada pekerjaan kemanusiaan. Saat
itu WVI memiliki 43 area pelayanan yang tersebar di seluruh Indonesia. Bulan
November 2009 saya ditempatkan di kota Wamena dengan area pelayanan kerja Kurima. Kota Wamena berada di pegunungan tengah Papua, tepat di lembah Baliem. Kota ini
hanya bisa diakses dengan menggunakan pesawat dari kota Jayapura karena luasnya
pegunungan dan hutan yang terbentang di antara ke dua kota. Kota Wamena juga
dikelilingi oleh bukit-bukit dimana kita bisa menemukan banyak desa-desa kecil
dengan suku-suku tradisionalnya. Area pelayanan kerja saya merupakan daerah
yang terpencil dan sulit untuk diakses. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang
sudah saya impikan sejak lama, di daerah yang jauh dari modernitas, bekerja
dengan orang lokal, berfokus pada perkembangan anak-anak dan permasalahan
perempuan.
Visi dari organisasi WVI adalah « Visi
kami untuk setiap anak, hidup utuh sepenuhnya, doa kami untuk setiap hati,
tekad untuk mewujudkannya » yang berarti segala kegiatan yang ada dalam
proyek organisasi akan selalu berfokus terhadap kesejahteraan hidup anak dan
kami bisa mewujudkan pekerjaan itu dengan bantuan yang diberikan oleh para
donatur di seluruh dunia. Semua kegiatan harus berfokus pada penghargaan atas
hak-hak anak yaitu hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan dan hak
partisipasi. Anak yang kami dukung dan menjadi fokus pelayanan ini berumur 0
sampai 18 tahun.
Saya mulai bekerja sebagai
Koordinator Pengembangan Masyarakat di beberapa desa. Proyek yang saya tangani
adalah proyek pendidikan, proyek nutrisi dan kesehatan reproduksi. Tugas-tugas
saya saat itu adalah memfasilitasi pelatihan terhadap para tutor/ pengajar anak usia dini di
beberapa pusat belajar anak dampingan WVI, bekerja sama dengan para guru SD dengan
memfasilitasi mereka mengikuti pelatihan cara mengajar yang disesuaikan dengan
kebutuhan murid-murid, memfasilitasi puskesmas dengan memberikan pelatihan
terhadap para bidan, mantri dan kader kesehatan, mengorganisir pelatihan
tentang nutrisi, mengajar dan meningkatkan kesadaran anak-anak remaja mengenai
kesehatan reproduksi, HIV&AIDS. Saya juga memiliki kesempatan untuk
mengikuti berbagai pelatihan di berbagai kota yang berhubungan dengan
peningkatan kinerja.
Selama menjalani pekerjaan sebagai
agen perubahan di daerah ini, saya sering menemukan berbagai kesulitan.
Contohnya, akses menuju desa-desa tidaklah gampang. Saya dan tim harus melewati
jalanan yang berlubang. Jalur yang sering terpotong karena adanya longsor atau
dipenuhi lumpur. Terkadang harus menyeberang sungai dengan kondisi jembatan rusak
atau hanyut. Selanjutnya harus berjalan kaki dan mendaki untuk tiba di
desa-desa terpencil dengan rumah yang jaraknya jauh satu dengan dengan yang
lain. Kadang kala ketika tiba di tempat
yang dituju, kegiatan harus dibatalkan karena peserta yang sudah diundang tidak
hadir dengan alasan pergi menghadiri pesta di desa. Beberapa orang di desa
menolak kehadiran kami karena kami tidak membawa sesuatu yang bisa dibagi
dengan cuma-cuma kepada meraka (biasanya mereka mengharapkan barang atau uang). Lain
lagi masalah perang suku yang sering muncul menjadi hal buruk terhadap keamanan
saya dan tim.
Walaupun begitu, jauh di
lubuk hati saya, hal yang paling menggetarkan bagi saya adalah ikatan yang
tercipta antara saya, orang lokal, anak-anak dan alam, dan ikatan ini semakin
hari semakin dalam. Anak-anak selalu berteriak «kakak Fatmaaaaa » setiap
kali mereka melihat saya tiba di desa, atau orang-orang lokal akan menyapa dan
menyalami saya setiap kali kami berpapasan di jalan. Kehangatan penduduk di
daerah ini mengajarkan saya untuk bersyukur dan berbagi dengan orang lain.
Senyuman di wajah mereka selalu membuat saya bahagia. Akhirnya, melalui
pekerjaan ini, saya berguna bagi orang lain.